Jumat, 24 Mei 2013

Bahaya Cyber ​​Bully dan Cyber Sex Menggiring Orang Kecanduan Internet


Seiring perkembangan Informasi dan Teknologi, Pengetahuan dan perubahan jaringan sosial melalui internet, ini merupakan titik leverage untuk intervensi yang efektif dalam cyber bullying dan cyber sex. Salah satu hal yang merisaukan saat ini adanya prilaku  agresif Cyber ​​bullying dan Cyber Sex yang menggunakan jaringan sosial dan pengembangan site ICT lainnya secara spektakuler, serampangan dan menciptakan suatu kondisi perilaku baru yang cenderung agresif. Cyber ​​bullying dan Cyber Sex telah tumbuh dengan model jahat dan lebih besar melalui foto dan video maka dari sinilah pengguna digiring untuk kecanduan internet.

Kecanduan seks cyber telah menjadi sebuah sub-tipe yang spesifik dari kecanduan internet. Diperkirakan bahwa satu di antara lima pecandu internet terlibat dalam suatu bentuk aktivitas seksual online (terutama melihat pornografi cyber dan/atau terlibat dalam seks cyber).

Beberapa penelitian terdahulu di luar negeri menunjukkan bahwa para pria memiliki kemungkinan lebih besar untuk melihat pornografi cyber, sementara para wanita memiliki kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam chatting erotis.

Kecanduan seks cyber sering dialami oleh orang-orang yang tidak percaya diri, dan orang-orang yang mengalami distorsi citra tubuh yang berat, disfungsi seksual yang tidak diobati ataupun menderita kecanduan seks (sexual addiction atau internet compulsif disorder).

Khususnya pada para pecandu seks, mereka seringkali beralih kepada seks cyber sebagai suatu bentuk seksual yang baru dan aman untuk menyalurkan hasrat seksual mereka, tanpa perlu membayar semahal bila mereka menggunakan telepon seks, tertangkap basah dalam toko buku khusus orang dewasa, ataupun tertular Penyakit Menular Seks (PMS) karena berhubungan seks dengan seorang Pekerja Seks.

Saat ini, pemuasan hasrat seksual melalui internet lidak hanya dialami oleh orang-orang yang berperilaku seksual menyimpang, namun mereka yang sebelumnya tidak memiliki catatan kriminal dan psikiatri pun telah terlibat dalam perilaku seperti ini. ACE Model of Cybersexual Addiction digunakan untuk menjelaskan bagaimana internet telah menciptakan sebuah iklim budaya permisif, yang mendorong dan mensahkan perilaku-perilaku seksual menyimpang.

Banyak yang percaya bahwa alasan utama seseorang melakukan tindakan seksual online adalah untuk pemuasan hasrat seksual. Sebagai contoh, seorang wanita yang kesepian tiba-tiba merasa bergairah oleh sekian banyak pasangan cyber-nya, atau seorang pria yang tidak percaya diri secara seksual berubah menjadi seorang kekasih cyber yang membara dan diinginkan oleh seluruh wanita di ruang chatting.

Pengalaman-pengalaman ini bukan hanya memberikan pemuasan hasrat seksual, melainkan juga telah menjadi tempat pelarian mental yang subyektif, yang diperoleh melalui perkembangan kehidupan fantasi online di mana seseorang mengadopsi sebuah kepribadian dan identitas yang baru.

Gender secara signifikan juga mempengaruhi cara seseorang memandang seks cyber. Para wanita seringkali memilih seks cyber karena cara ini dapat membantu menyembunyikan penampilan fisik dan menghilangkan stigma sosial bahwa para wanita tidak boleh menikmati seks, serta memungkinkan mereka untuk berkonsentrasi pada seksualitas mereka dengan cara-cara yang baru, aman dan tanpa batasan.

Para pria umumnya memilih seks cyber karena cara ini dapat menghilangkan kegelisahan akan kemampuan seksual mereka, yang mungkin menjadi penyebab ejakulasi prematur atau impotensi, serta membantu menyembunyikan penampilan fisik pria-pria yang merasa tidak pede mengenai kebotakan, ukuran penis atau berat badan.

Para individu yang paling rapuh tampaknya adalah mereka yang rendah diri, menderita distorsi citra tubuh yang berat, disfungsi seksual yang tidak diobati atau riwayat kecanduan seksual sebelumnya.

souce: webmaster

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas sumbangan masukannya